Gambaran Kegagalan Pembangunan di Papua
Secara etno biologis Penduduk Papua merupakan suku bangsa yang memiliki pertalian etnis tersendiri yang berbeda dengan suku bangsa lainnya di Indonesia. Berada di ujung Timur Indonesia, hidup di tengah keterasingan dan jauh dari kontak dengan kemajuan atau modernisasi.
Kenyataan menujukkan bahwa situasi dan kondisi yang kurang kondusif membuat masyarakat berada dalam tarap hidup yang cukup memprihatinkan, seolah-olah mereka pemilik keterisolasian dan kemiskinan. Pada saat ini juga sebagian besar orang Papua yang masih berbusana sederhana sebagai simbol keterbelakangan mereka, maka oleh mereka yang merasa diri maju disebut penduduk primitif, jaman batu, kaum peramu, penduduk terasing dan masih banyak lagi stigma yang diberikan. Ada ciri-ciri khusus yang menandai kegagalan pembangunan di papua diantaranya adalah:
1.Papua merupakan salah satu daerah yang terpencil, memiliki laut dan Pantai, memiliki topografi yang kasar, memiliki iklim tropis basah yang puncak pegunungannya selalu ditutupi salju abadi.
Diselimuti hutan dan hujan tropik basah dan hujan berekologi alpenik.
2.Jumlah penduduknya kurang banyak yakni 1 % dari penduduk Indonesia. Di tahun 1969 jumlah penduduk Papua sebanyak 800.000 dan di tahun 2007 jumlah penduduk asli Papua sebanyak 1,6 juta jiwa. Artinya kurang lebih 40 tahun mengalami petumbuhan penduduk minimal (minimizing zero growth). Mereka bermukim terpencar dan terpencil di lereng-lereng gunung, lembah-lembah serta celah-celah gunung yang sulit di jangkau bahkan jauh dari pusat-pusat pelayanan pemerintah.
3.Kondisi sosial ekonomi mereka sangat memprihatinkan yakni kondisi perumahan sangat darurat hidup dalam honai/ owa, pola konsumsi mereka sangat tidak teratur, sebagian besar dari mereka nyaris tanpa busana (koteka) dan pola perekonomian subsisten.
4.Kondisi sosial masyarakat pada umumnya masih sederhana, tingkat pendidikan relatif rendah, tinggat kesehatan dan gizi rawan, tingkat penguasaan teknologi rendah.
5.Pengembangan perekonomian rakyat di daerah ini umumnya belum maksimal, karena kurangnya wawasan berfikir rakyat maupun juga penyadaran pada masyarakat, termasuk juga karena kurangnya insfrastruktur perhubungan darat dan udara disamping letaknya sangat jauh di daerah pedalaman, terisolir dan terpencil. Seluruh jaringan transportasi dilakukan melalui udara. Tersendatnya pembangunan jalan trans Papua belum memberi dampak yang positif, terutama mobilisasi penduduk baik urbanisasi maupun reurbanisasi, mobilitas barang dan jasa.
By (Tinus Pigai) sumber: Decky BIK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar